Menu

Mode Gelap

NEWS Netsatu.com · 7 Feb 2025

Menyoal Pagar Laut dan Kelangkaan LPG, Kebijakan Gagal Rakyat yang Terabaikan


					Foto : Fahrur Rozi Jurnalis Suara Net. Perbesar

Foto : Fahrur Rozi Jurnalis Suara Net.

 

Di tengah mencuatnya arus kebijakan pembangunan yang terus bergulir, dua fenomena ini tampak kontras namun keduanya saling berkaitan, pembangunan pagar laut di pesisir Tangerang dan kelangkaan gas elpiji 3 kg yang kian menghimpit masyarakat kecil. Kedua isu ini berhasil menyita perhatian publik, bila coretan implikasinya dapat menggambarkan dinamika geopolitik dan geoekonomi yang lebih luas. Mari merenungkan bagaimana kebijakan dampaknya terhadap stabilitas politik.

Pagar laut yang dibangun dengan dalih melindungi pesisir dari abrasi dan dampak perubahan iklim kini menjadi tembok pemisah antara nelayan dan sumber penghidupannya. Kebijakan yang seharusnya menjadi solusi justru menghadirkan paradoks: lingkungan dipertahankan, tetapi masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada laut kehilangan akses. Dr. Emil Salim, seorang pakar lingkungan, pernah menegaskan bahwa “Kebijakan yang baik harus mempertimbangkan keseimbangan antara perlindungan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.” Jika ekologi menjadi alasan utama, mengapa suara nelayan sebagai bagian dari ekosistem sosial tidak diakomodasi?

Masalahnya bukan soal konstruksi fisik, melainkan juga pola pikir yang abai terhadap pendekatan yang mengedepankan partisipasi masyarakat. Pembangunan yang bertumpu pada perspektif teknokratis kerap gagal menangkap realitas sosial di lapangan. Alasan receh melindungi pesisir, kebijakan semacam ini bisa menjadi sebab akibat bagaimana krisis sosial menjalar.

Sementara nelayan di pesisir berhadapan dengan pagar pembatas, masyarakat di berbagai daerah menghadapi tantangan mendesak, jawab saja kelangkaan gas elpiji 3 kg. Isu ini adalah gangguan domestik yang nyata bagi rakyat kecil, tetapi cerminan dari problem sistemik dalam tata kelola energi nasional. Dr. Faisal Basri, seorang ekonom, pernah mengatakan bahwa “Ketersediaan energi adalah salah satu indikator utama kesejahteraan masyarakat. Jika energi sulit diakses, maka ada yang keliru dalam sistem.”

Lucunya, di saat masyarakat menengah ke bawah kesulitan mendapatkan gas bersubsidi, produksi energi nasional justru terus meningkat. Pertanyaannya, ke mana energi itu mengalir? Kelangkaan ini tentu bukan soal problem distribusi, faktanya telah menjamah dimensi politik dan ekonomi yang masif, kondisi seperti ini, disparitas sosial semakin tampak nyata, ketika elpiji menjadi kebutuhan fundamental justru menjadi barang langka yang hanya bisa diakses oleh mafia-mafia negara.

Jika kita melihat lebih jauh, dua isu ini sebenarnya berakar pada satu benang merah yang sama, bagaimana kebijakan pemerintah memiliki dampak luas dalam lanskap geopolitik dan geoekonomi. Pembangunan infrastruktur yang tidak mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat bisa menjadi bom waktu yang mengancam stabilitas sosial. Di sisi lain, krisis energi yang tidak ditangani dengan baik dapat berujung pada melemahnya daya saing ekonomi nasional di kancah global.

Tak ayal, jika Indonesia justru menghadapi tantangan internal, bahkan menghadapi tekanan eksternal dalam pengelolaan sumber daya dan infrastrukturnya. Ketika kebijakan tidak berpihak pada rakyat, celah itu adalah ruang kepentingan yang menghimpit eksploitasi. Bukti Digitalisasi yang tersaji cepat, satu kebijakan yang keliru bisa berimbas pada rantai peristiwa yang lebih besar, menciptakan efek domino yang sulit dikendalikan.

Perlu kiranya Membubarkan paradigma pembangunan yang mengutamakan angka-angka di atas kertas tanpa memahami dampaknya. Pemerintah harus mengambil langkah konkret dalam menyusun kebijakan, dengan berlandasan rakyat adalah tuannya, tidak hanya pintar merangkai kata saat pidato-pidato manis dilontarkan pada kampanye pemilihan.

Isu pagar laut dan kelangkaan LPG adalah sinyal bahwa sistem negara ini perlu perbaikan mengenai merumuskan kerja-kerja yang tidak merugikan rakyat. Sebab kebijakan dan perencanaan yang tidak matang maka korbannya tetap rakyat kecil.

 

( Bub/Red )

Artikel ini telah dibaca 0 kali

badge-check

Publisher

Baca Lainnya

Lucu ! ijin Andalalin Belum Keluar, Usaha Mie Gacoan Sumenep Tetap Beroperasional 

1 Mei 2025 - 05:04

Foto ; Usaha Mie Gacoan Sumenep Lokasi Di Jalan Trunojoyo Kolor Sumenep Madura

Kepala Bappeda Sumenep Tegaskan Penyempurnaan RKPD 2026 Dan RPJMD 2025-2029

29 April 2025 - 14:51

Badan Eksekutif Mahasiswa FT Unija Madura Gelar Aksi Sosial

27 April 2025 - 12:00

Usai Libur Idul Fitri 1446 H, Pemkab Sumenep Gelar Apel Gabungan Dan Halal Bihalal Di Halaman kantor Bupati 

22 April 2025 - 03:05

Pasca Lebaran, Bupati Sumenep Tegaskan Kepada ASN Dan Non ASN Untuk Tingkat Kinerja Pelayanan 

22 April 2025 - 02:50

Kepemimpinan Digital Sebagai Bentuk Transformasi Pelayanan Publik Serta Membangun Kepercayaan Masyarakat

16 April 2025 - 13:32

Foto : Dwi Syifa Karimah Mahasiswi Universitas Muhammadiyah Malang
Trending di Entertaintment

Sorry. No data so far.