SUMENEP, NETSATU.COM,- Pemerintah Kabupaten Sumenep melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sumenep bekerjasama dengan USAID ERAT LPKP Jawa Timur menyelenggarakan Diskusi Panel Bersama Tokoh Agama Dalam Rangka Mendukung Upaya Pencegahan Perkawinan Anak di Kabupaten Sumenep.Rabu (23-10-2024).
Perkawinan anak merupakan pelanggaran atas pemenuhan hak dan perlindungan anak, baik hak anak perempuan maupun laki-laki, karena pada kondisi tersebut anak-anak rentan akan kehilangan hak pendidikan, kesehatan, gizi, perlindungan dari kekerasan, eksploitasi dan tercabut dari kebahagiaan masa anak-anak.
Diskusi tersebut dilaksanakan di Ruang Rapat Potre Koneng Bappeda Kabupaten Sumenep yang dihadiri oleh Hakim Pengadilan Agama Sumenep (Moh. Jatim, S. Ag. M. H. I), DR. KH. Imam Nakho’i M. Ag. dari Pondok Pesantren Salafi’iyah Sukorejo, MUI Sumenep, PC NU Sumenep, PD Muhammadiyah Sumenep, PD Aisiyah Sumenep, PC Muslimat NU Sumenep, PC Fatayat NU Sumenep, , Kepala KUA Kec. Pragaan, Kepala KUA Kec. Kota Sumenep, Kepala KUA Kec. Batuputih, Kepala KUA Kec. Dasuk, Kepala KUA Kec. Ambunten, Kepala KUA Kec. Bluto, Kepala KUA Kec. Saronggi, Kepala KUA Kec. Kalianget, Kepala KUA Kec. Gapura.
Kepala KUA Kec. Talango.
Kades, Modin, Tokoh agama Desa Karduluk, Kades, Modin, Tokoh agama Desa Pamolokan, Kades, Modin, Tokoh agama Desa Juruan laok, Kades, Modin, Tokoh agama Desa Dasuk Laok, Kades, Modin, Tokoh agama Desa Ambunten Tengah, Kades, Modin, Tokoh agama Desa Lobuk, Kades, Modin, Tokoh agama Desa Pagarbatu, Kades, Modin, Tokoh agama Desa Kalimook, Kades, Modin, Tokoh agama Desa Karangbudi, Kades, Modin, Tokoh agama Desa Gapurana, Pondok Pesantren Nurul Islam Karang Cempaka Bluto Sumenep.
Tujuan Kegiatan ini untuk membangun persamaan persepsi diantara para tokoh agama tentang penerapan pronsip kepentingan terbaik bagi anak.
“Selain dari itu, tentunya untuk memperkuat sinergi dan kolaborasi sehingga dapat berperan secara optimal dalam pencegahan dan penanganan anak di Kabupaten Sumenep,” kata Kepala Bappeda Sumenep, Dr. Ir. Arif Firmanto S.T.P M. Si. saat membuka acara.
Menurut data dispensasi kawin (diska) berdasarkan perkara di tahun 2024, jumlah perkara masuk sebanyak 191, dan jumlah perkara putus sebanyak 165.
Dengan begitu, perkawinan anak memiliki peluang lebih besar untuk mengalami kekerasan fisik, psikis, seksual, dan penelantaran. Perkawinan anak juga memiliki dampak antar generasi. Bayi yang dilahirkan oleh anak perempuan yang menikah dalam usia muda juga memiliki resiko kematian lebih tinggi, dibandingkan seorang ibu yang sudah berusia dua puluh tahunan.
“Maka dari itu, melalui upaya sosialisasi dari tokoh agama diharapkan dapat mendukung dan mengingatkan efek negatif dari perkawinan anak, serta bisa menanamkan nilai-nilai ajaran islam terkait dengan pentingnya persiapan sebelum membina rumah tangga,” terangnya.
Perlu diketahui, Perkawinan anak merupakan pelanggaran atas pemenuhan hak dan perlindungan anak sebagaimana amanah dalam UU no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak serta dalam UU no. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan keputusan presiden no. 36 tahun 1990 tentang ratifikasi konvensi.
( Red/Dav)