SUMENEP, NETSATU.COM,- Pada hari Jumat yang lalu tanggal 26 April 2024, Sejumlah aktivis beserta Mahasiswa yang tergabung dalam Sumenep Forum mengadakan aksi demo jilid II perihal Pelantikan Kepala Desa (Kades) Matanair, Kecamatan Rubaru, Kabupaten Sumenep yang dinilai melanggar prosedur ( cacat hukum ).
Sejumlah aktivis serta Mahasiswa tersebut akan kembali melakukan aksi demontrasi jilid III pada hari Jum’at 03 Mei 2024 mendatang.
Hal itu dilakukan, karena Bupati Sumenep dinilai belum memberikan penjelasan hukum terkait pelantikan Kades Matanair yang dinilai cacat prosedur oleh sejumlah aktivis dan mahasiswa yang tergabung dalam Sumenep Forum.
Koordinator Sumenep Forum, Sudarsono menyampaikan bahwa gerakan dirinya bersama kawan-kawannya tidak akan berhenti sampai mendapat penjelasan yang sejelas-jelasnya dari Bupati Sumenep.
” Tuntutan kita kan sangat simple dalam aksi ini, yakni hanya minta penjelasan hukum kepada Bupati Sumenep dan pihak-pihak terkait berkaitan dengan pengesahan dan pelantikan Ahmad Rasidi sebagai Kades Matanair. Apa dasar hukum positif yang digunakan dalam pelantikan tersebut?” ujarnya, Selasa (29/04/2024).
Lebih lanjut mahasiswa hukum yang akrab disapa Endar itu memaparkan bahwa sampai saat ini dirinya tidak menemukan satupun pasal dalam hukum positif yang mengatur tentang Pencalonan, Pemilihan, Pengesahan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa, bahwa pengesahan dan pelantikan Kepala Desa itu berdasarkan putusan pengadilan dan tanpa pengusulan dari BPD setempat.
” Hal tersebut juga telah ditegaskan oleh Tim Pemilihan Kabupaten pada tanggal 11 Maret 2022 lalu, bahwa salah satu amar putusan pengadilan yang memerintah kepada Bupati Sumenep untuk mengesahkan dan melantik Ahmad Rasidi sebagai Kades Matanair tidak dapat dilaksanakan,” jelasnya.
Disinggung soal aksi jilid II yang jadi bahan perbincangan di berbagai group whatsapp yang terkesan menghujat para peserta aksi karena dinilai double profesi?
Endar menyebut hal tersebut merupakan perbincangan sampah yang dilontarkan oleh orang-orang dungu yang tidak faham aturan.
” Itu kan perbincangan sampah dari orang-orang dungu yang tidak faham regulasi yang tidak perlu kami hiraukan. Karena sampai saat ini kami tidak menemukan satupun ketentuan yang melarang setiap orang itu mempunyai dua profesi ataupun double organ,” tambahnya.
Selama hal tersebut tidak diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan yang jelas (hukum tertulis), lanjut Endar, kami mempunyai hak untuk melakukan atau tidak melakukan hal tersebut.
“Dalam hukum itu ada yang namanya asas legalitas. Dimana asas ini mengandung pengertian bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan maupun peraturan perundang-undangan,” tambahnya.
” Ada pribahasa atau pepatah yang mengatakan ” Biarlah Anjing Menggonggong Kafilah Tetap Berlalu. Jadi apapun tanggapan orang menilai terkait dengan gerakan kami maka hal tersebut kami anggap sebagai angin berlalu dan kami tetap akan fokus kepada tujuan kami, yakni bagaimana penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Sumenep dijalankan dengan ayat-ayat konstitusi bukan dengan kebijakan yang ugal-ugalan,” tutupnya.
(Redaksi)